Wednesday, February 17, 2021

We Love United, We Do!

Sejujurnya, bagi saya sepakbola berakhir ketika Sir Alexander Chapman Ferguson pensiun. United paska The Gaffer tak pernah sepenuhnya menarik hati - mulai lakon komedi satu babak milik David Moyes hingga kedatangan The Special One yang ternyata tidak spesial-spesial amat.

Akhir sebuah era. Begitu saya menyimpulkannya.

Sebagaimana tak satupun yang bisa menggantikan David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes dan Neville bersaudara. Tidak Wayne Rooney, tidak Robin Van Persie, tidak Ruud van Nisterlooy dan tidak pula android buatan Dr. Gero dengan nama sandi CR7. Trisula merah sang iblis menancap dalam hingga lapuk dan berkarat saat Judas berpesta dalam balutan jubah bermotif gingham yang jelek.

---

Setelah sebuah solo run panjang Marcus Rashford mengirim umpan kepada Bruno Fernandes, yang langsung disambut pemain bertampang bengis itu dengan knuckle shot bersengatan petir. Gawang lawan pun koyak tanpa ampun.

Yang di atas adalah adegan yang terjadi di sebuah game virtual yang saya mainkan di kantor yang dulunya adalah sentra kancah kota ini. Permainan konsol membuat Manchester United menarik lagi untuk saya, walaupun belum sampai membuat saya bertahan di malam hari untuk menonton pertandingan mereka di televisi.

Paling tidak untuk sekarang. Entah nanti.

---

Samar terngiang ingatan suara Clive Tyldesley pada dini hari di suhu 20 yang berkeringat:

"Solksjaer has won it!"

"Manchester United have reached the Promised Land"

Dan sekarang yang saya ingin lakukan hanyalah menonton rekaman gol David Beckham ke gawang Wimbledon di tahun 96.

No comments:

Post a Comment