Monday, March 25, 2019

Surat Protes Untuk Pak Jokowi



Kepada Yth:
Bapak Joko Widodo
di tempat
Pertama perkenankan saya untuk memperkenalkan diri, bapak presiden yang terhormat. Nama saya Arthur Garincha. Saya bekerja sebagai penulis yang kebetulan cukup beruntung bisa bekerja sebagai penulis di situs keren bernama, uhuk, Qubicle. Selain menulis saya juga adalah seorang penari, seorang bboy tepatnya. Kebetulan saya pun orang Solo, seperti bapak. Tapi itu semua tidak penting, yang penting adalah Louis Van Gaal sudah dipecat dan kini Manchester United dilatih oleh Jose Mourinho yang akan saya sampaikan dalam surat ini.
Surat ini saya tulis untuk bapak sebagai wujud keluh kesah saya tentang hal yang saya cintai lahir batin dan telah saya geluti selama 11 tahun terakhir: menari dan seni tari. Skena dansa dansi di negeri yang sama-sama kita cintai ini, pak. Lebih spesifik lagi adalah hubungannya dengan dukungan yang diberikan pada dunia tari oleh pemerintah republik Indonesia yang kebetulan saat ini sedang bapak pimpin.
Pak Jokowi idolaku, dengan segala hormat, saya ingin protes.
Saya, dan banyak penari di Indonesia, merasa pemerintah belum memberikan perhatian dan dukungan yang maksimal kepada para penari dan dunia tari di Indonesia. Padahal perlu bapak tahu bahwa banyak penari Indonesia, dari berbagai genre,  yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional tanpa perlu duduk di jok mobil F1 seharga 15 juta euro lho pak.
Dari lubuk hati yang terdalam sejujurnya saya kerap iri dengan sepakbola, yang disebut-sebut sebagai olahraga paling digemari di NKRI itu. Sepakbola selalu mendapat dukungan penuh dari pemerintah dari waktu ke waktu, bahkan pada saat kompetisinya carut marut dan federasinya kena setrap oleh FIFA. Padahal jika mau dibandingkan prestasi penari-penari kita tidak kalah dengan bintang-bintang lapangan hijau. Saya akan beri beberapa contoh agar bapak yakin.
Bapak Jokowi pasti setuju bila kita bicara sepakbola Indonesia hari ini kita cenderung akan bernostalgia atas kebangaan dan kejayaan masa lampau karena nyaris tidak ada yang kita banggakan dari sepakbola Indonesia hari ini. Salah satu yang paling melegenda  tentunya pemain-pemain lokal yang go internesyenel dan bermain untuk klub-klub di luar negeri, khususnya Eropa. Dalam hal ini saya rasa contoh paling moncer adalah Kurniawan Dwi Yulianto dan Kurnia Sandy yang pernah bermain untuk Sampdoria pada musim 1996/97. Cukup membanggakan memang, tapi kita semua juga tahu dua pemain kebanggaan kita itu hanya berstatus sebagai pemain cadangan. Kurnia Sandy bahkan mengaku tak sekalipun tampil selama bergabung dengan klub Italia itu.
Perlu bapak ketahui, dari skena dansa dansi Indonesia juga punya banyak nama yang namanya bergema di peta dunia. Contoh paling dahsyat mungkin adalah Eko “Pece” Supriyanto, penari Indonesia yang menjadi penari dan koreografer untuk Madonna di 268 konsernya dalam rangkaian tur Drowned  World di Amerika dan Eropa pada tahun 2001. Sebagai penari utama dan penata tari lho pak, bukan sebagai penari cadangan.
Selain Eko Supriyanto kita juga punya Jecko Siompo, putra Papua yang menyentak kancah tari dunia dengan tarian animal pop ciptaannya yang menggabungkan tarian poppin dengan gerak gerik fauna. Jecko Siompo telah berkeliling dunia dan mengharumkan nama Indonesia lewat karyanya. Dan yang perlu bapak pahami bahwa Eko Supriyanto dan Jecko Siompo adalah putra asli Indonesia, bukan hasil naturalisasi seperti Irfan Bachdim yang sempat dielu-elukan beberapa tahun lalu dan kini entah dimana rimbanya.
Dari segi prestasi dalam kompetisi pun saya rasa para penari kita tak kalah. Coba bapak ingat-ingat kapan terakhir kali tim sepakbola kita berjaya di luar negeri? Kalau saya sih terus terang saja tidak ingat pak saking lamanya. Sedangkan dancer Indonesia, asal bapak tahu saja, cukup punya taring di kancah internasional, paling tidak di kawasan Asia Tenggara dan Asia. Nama-nama dari kancah hip hop dance seperti Semmy Blank, East Rider Crew, Frezh Motionz Crew, Last Minute adalah langganan juara di kompetisi-kompetisi di luar negeri. Mereka adalah jagoan-jagoan lantai dansa yang memiliki filosofi yang hampir sama dengan Ibu Susi, menteri kelautan dan perikanan di kabinet bapak: “Yang menghalangi untuk jadi juara, tenggelamkan!”.
Maka dari itu, mohon kiranya bapak pertimbangkan protes saya ini, pak. Apa bapak tidak ingin nama Indonesia bersinar dan disegani lagi di kancah dunia? Apa bapak tidak ingin mengembalikan hegemoni sebagai Macan Asia lewat tari? Saya yakin bapak sama inginnya seperti saya.
Sekian surat ini saya sampaikan pak. Mohon maaf sebesarnya untuk kata-kata yang tidak berkenan dan terima kasih sedalamnya untuk atensinya. Salam. (Arthur Garincha)
*Tulisan ini pertama kali dirilis di website qubicle.id pada Juni 2016

No comments:

Post a Comment