Bapak Joko Widodo
di tempat
Pertama
perkenankan saya untuk memperkenalkan diri, bapak presiden yang terhormat. Nama
saya Arthur Garincha. Saya bekerja sebagai penulis yang kebetulan cukup
beruntung bisa bekerja sebagai penulis di situs keren bernama, uhuk, Qubicle.
Selain menulis saya juga adalah seorang penari, seorang bboy tepatnya.
Kebetulan saya pun orang Solo, seperti bapak. Tapi itu semua tidak penting,
yang penting adalah Louis Van Gaal sudah dipecat dan kini Manchester United
dilatih oleh Jose Mourinho yang akan saya sampaikan dalam surat ini.
Surat
ini saya tulis untuk bapak sebagai wujud keluh kesah saya tentang hal yang saya
cintai lahir batin dan telah saya geluti selama 11 tahun terakhir: menari dan
seni tari. Skena dansa dansi di negeri yang sama-sama kita cintai ini, pak.
Lebih spesifik lagi adalah hubungannya dengan dukungan yang diberikan pada
dunia tari oleh pemerintah republik Indonesia yang kebetulan saat ini sedang
bapak pimpin.
Pak
Jokowi idolaku, dengan segala hormat, saya ingin protes.
Saya,
dan banyak penari di Indonesia, merasa pemerintah belum memberikan perhatian
dan dukungan yang maksimal kepada para penari dan dunia tari di Indonesia.
Padahal perlu bapak tahu bahwa banyak penari Indonesia, dari berbagai genre, yang mengharumkan nama bangsa di kancah
internasional tanpa perlu duduk di jok mobil F1 seharga 15 juta euro lho
pak.
Dari
lubuk hati yang terdalam sejujurnya saya kerap iri dengan sepakbola, yang
disebut-sebut sebagai olahraga paling digemari di NKRI itu. Sepakbola selalu
mendapat dukungan penuh dari pemerintah dari waktu ke waktu, bahkan pada saat
kompetisinya carut marut dan federasinya kena setrap oleh FIFA. Padahal jika
mau dibandingkan prestasi penari-penari kita tidak kalah dengan bintang-bintang
lapangan hijau. Saya akan beri beberapa contoh agar bapak yakin.
Bapak
Jokowi pasti setuju bila kita bicara sepakbola Indonesia hari ini kita
cenderung akan bernostalgia atas kebangaan dan kejayaan masa lampau karena
nyaris tidak ada yang kita banggakan dari sepakbola Indonesia hari ini. Salah
satu yang paling melegenda tentunya
pemain-pemain lokal yang go internesyenel
dan bermain untuk klub-klub di luar negeri, khususnya Eropa. Dalam hal ini saya
rasa contoh paling moncer adalah Kurniawan Dwi Yulianto dan Kurnia Sandy yang
pernah bermain untuk Sampdoria pada musim 1996/97. Cukup membanggakan memang,
tapi kita semua juga tahu dua pemain kebanggaan kita itu hanya berstatus
sebagai pemain cadangan. Kurnia Sandy bahkan mengaku tak sekalipun tampil
selama bergabung dengan klub Italia itu.
Perlu
bapak ketahui, dari skena dansa dansi Indonesia juga punya banyak nama yang
namanya bergema di peta dunia. Contoh paling dahsyat mungkin adalah Eko “Pece”
Supriyanto, penari Indonesia yang menjadi penari dan koreografer untuk Madonna
di 268 konsernya dalam rangkaian tur Drowned World di Amerika dan Eropa pada tahun
2001. Sebagai penari utama dan penata tari lho pak, bukan sebagai penari
cadangan.
Selain
Eko Supriyanto kita juga punya Jecko Siompo, putra Papua yang menyentak kancah
tari dunia dengan tarian animal pop ciptaannya yang menggabungkan tarian poppin dengan gerak gerik fauna. Jecko
Siompo telah berkeliling dunia dan mengharumkan nama Indonesia lewat karyanya.
Dan yang perlu bapak pahami bahwa Eko Supriyanto dan Jecko Siompo adalah putra
asli Indonesia, bukan hasil naturalisasi seperti Irfan Bachdim yang sempat
dielu-elukan beberapa tahun lalu dan kini entah dimana rimbanya.
Dari
segi prestasi dalam kompetisi pun saya rasa para penari kita tak kalah. Coba
bapak ingat-ingat kapan terakhir kali tim sepakbola kita berjaya di luar
negeri? Kalau saya sih terus terang saja tidak ingat pak saking lamanya.
Sedangkan dancer Indonesia, asal
bapak tahu saja, cukup punya taring di kancah internasional, paling tidak di
kawasan Asia Tenggara dan Asia. Nama-nama dari kancah hip hop dance seperti
Semmy Blank, East Rider Crew, Frezh Motionz Crew, Last Minute adalah langganan
juara di kompetisi-kompetisi di luar negeri. Mereka adalah jagoan-jagoan lantai
dansa yang memiliki filosofi yang hampir sama dengan Ibu Susi, menteri kelautan
dan perikanan di kabinet bapak: “Yang
menghalangi untuk jadi juara, tenggelamkan!”.
Maka
dari itu, mohon kiranya bapak pertimbangkan protes saya ini, pak. Apa bapak
tidak ingin nama Indonesia bersinar dan disegani lagi di kancah dunia? Apa
bapak tidak ingin mengembalikan hegemoni sebagai Macan Asia lewat tari? Saya
yakin bapak sama inginnya seperti saya.
Sekian
surat ini saya sampaikan pak. Mohon maaf sebesarnya untuk kata-kata yang tidak
berkenan dan terima kasih sedalamnya untuk atensinya. Salam. (Arthur
Garincha)
*Tulisan ini pertama kali dirilis di website qubicle.id pada Juni 2016
No comments:
Post a Comment