Saturday, February 24, 2018

Sheila On 7 Adalah Kita


Dulu saya tidak pernah sekalipun mengaku sebagai penggemar Sheila On 7 sebagaimana saya membaptis diri sebagai penggemar Slank, misalnya. Bagi saya gerombolan asal Jogja itu hanya salah satu dari sekian banyak band yang berseliweran di kancah musik pop Indonesia tanpa ada sesuatu yang membuat mereka menjadi spesial, paling tidak bagi saya. Tapi ternyata saya salah. Ternyata saya termasuk dalam barisan Sheila Gank – yang sempat saya tuding sebagai fanbase dengan nama paling katrok se-Indonesia – yang jika dibariskan jumlahnya mencapai ratusan ribu atau bahkan jutaan kepala.

Saya baru menyadarinya ketika dalam beberapa tahun belakangan saya beberapa kali menonton konser kolektif dengan reputasi paling mentereng yang dulu di awal kemunculannya banyak dilabeli sebagai band ndeso itu. Hal yang sama selalu muncul dalam beberapa kesempatan berbeda: saya nyaris selalu hafal semua lagu yang dibawakan dalam repertoar dan tiap lagunya mengandung muatan nostalgia yang mengalir deras lewat tiap bait yang terlantang serak. Ekstase. Rasanya seperti mengurut alur hidup sendiri secara musikal. Dan saya harus berterima kasih untuk Akhdiyat Duta Modjo dan kawan-kawan untuk hal itu.

Tak terpungkiri Sheila On 7 mengisi hampir seluruh fase dalam masa remaja saya. Lagu-lagu milik mereka berlalu lalang dalam indera pendengar dalam kurun waktu yang cukup lama untuk membuatnya terekam di alam bawah sadar. Saya mendengarnya hampir di semua tempat dan waktu: di layar MTV, waktu senggang di kamar, radio, pusat perbelanjaan, kampus hingga saat lagu-lagu itu terputar sayup lewat Winamp dari dalam kamar kos seorang kawan sementara sepasang sepatu perempuan yang lupa dimasukkan tergeletak tepat di depan pintu kamarnya yang terkunci.

“Dan” tentu saja menjadi yang pertama dari semuanya. Masih membayang jelas intro-nya yang ikonik terputar lewat tape deck ketika sleeve hijaunya tergeletak sembarangan di tempat tidur kamar yang berantakan. “Kita” ada di urutan selanjutnya. Sayang lagu ini akan selamanya terkenang sebagai soundtrack film Lupus nya Irgi Fahrezi yang jelek minta ampun itu. Sedangkan “Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki” memberi saya dan banyak anak SMP lain di luar sana pada saat itu kesempatan untuk merasa cool karena sukses memainkan sebuah lagu pop dengan gitar secara benar. Salah satu lagu yang saking manisnya bisa membuat anda terkena diabetes bila terlalu sering mendengarkannya.

 “Sebuah Kisah Klasik” bisa jadi adalah lagu Sheila On 7 yang paling dalam menancap bagi saya. Mengingatkan saya kepada beberapa orang sahabat semasa kuliah yang dengan merekalah saya menghabiskan waktu setiap hari dengan membicarakan ide-ide sembrono yang sok tahu dan mimpi-mimpi kosong khas usia dua puluh dua, jika tidak sedang sibuk bercerita tentang hitam putih asmara.

Bersenang-senanglah. Karena hari ini yang kan kita rindukan.
Di hari nanti. Sebuah kisah klasik untuk masa depan.

Begitu Eross Chandra menulis. ‘Hari ini’ itu pun kini sudah menjadi kisah klasik ketika ‘masa depan’ itu telah menjelma menjadi hari ini. Dan kami akan selamanya merindukan ‘hari ini’ itu. Dan “Sahabat Sejati” serta “Melompat Lebih Tinggi” menggenapi semuanya.

Ah, dan bagaimana mungkin saya bisa melupakan “Pria Kesepian” yang sempat ditahbiskan menjadi anthem para kaum tuna asmara? Atau bagaimana saya bisa lupa ketika lewat “Sephia” Sheila On 7 memberi sebutan yang jauh lebih anggun kepada kekasih gelap jauh sebelum istilah pelakor yang memuakkan itu memenuhi udara? Bagaimana pula saya bisa lupa ketika “Itu Aku”, “Pemuja Rahasia”, “Yang Terlewatkan” dan “Mudah Saja” terlantun lewat kocokan gitar murah dan teriakan lantang bersanding dengan ilingan arak menggelontor kerongkongan dan merendam lambung yang membantu agar keluh kesah tentang patah hati atau jatuh cinta meluncur lebih lancar. Berkeliling dan bercerita.

Saya tahu saya tak sendiri. Banyak orang di luar sana yang sebagian hidupnya merasa terwakilkan oleh lagu-lagu Sheila On 7. Rasa yang terekam dalam pita dan cakram, atau bahkan arsip unduhan illegal dari seri Sheila On 7 hingga Musim Yang Baik, atau yang teranyar single “Lagu Favorit”. Untuk saya dan mereka, Sheila On 7 adalah kita. (Arthur Garincha)

Picture: sheilaon7.com

No comments:

Post a Comment