Monday, April 18, 2016

Hai Teman

Senin, 18 April 2016

Hari ini saya bangun tidur seperti biasa, sekitar pukul 07.30. Pagi ini nampak seperti pagi-pagi lainnya, tidak ada yang istimewa. Setelah nyawa genap terkumpul dan kesadaran telah penuh saya bangkit lalu mengambil ponsel untuk melihat notifikasi aplikasi pesan singkat, memeriksa jika ada pesan yang belum terbaca atau terbalas selama saya terlelap. Hanya beberapa pesan soal pekerjaan, nanti saja lah dibalas. Kemudian saya, seperti kebanyakan dari kita semua, berlanjut ke sosial media. Instagram menjadi pilihan pertama. Belum banyak postingan pagi ini ternyata, mungkin mereka sudah menghabiskan bahan pamernya tadi malam, pikir saya. Saya menggeser layar ke bawah untuk menilik lini masa yang lampau. Saya beberapa kali menggeser layar sebelum terhenti di video yang diunggah oleh Bayu Tantaka, kawan baik saya.

Brengsek. Seketika pagi ini menjadi tak biasa.

Video berdurasi 15 detik itu adalah video Bayu yang sedang menyanyikan lagu Hai-nya Monita Tahalea dengan ditemani gitar kopong di beranda depan kafe miliknya.

Hai teman, apa kabar?
Lama tak kudengar suaramu.
Apa harimu bermentari?

Dinyanyikan lengkap dengan ekspresi genit khasnya.

Sekilas video itu terlihat biasa saja, walaupun suara Bayu merdu sebenarnya. Tapi tidak bagi saya. Saya merasa ada yang berbeda. Saya merasa Bayu sedang menyapa saya, menanyakan kabar dan ingin tahu apakah saya baik-baik saja. Bukan hanya saya, tapi lewat videonya dia seperti mencoba untuk menyapa kami semua, sekumpulan manusia yang kebetulan bertemu kemudian bersahabat sejak kurang lebih tujuh tahun lalu yang menamakan diri 'Makansiang FC'.

Sekumpulan sahabat yang sekarang sudah jarang berkumpul selain di grup Whatsapp karena persoalan jarak dan waktu.

Teman-teman yang mengajarkan saya banyak hal. Banyak sekali. Kesederhanaan adalah satu yang paling berharga. Mereka bukanlah apa yang hari ini kita sebut dengan 'anak hits', tidak terlalu banyak orang yang mengenal nama mereka jika bukan keluarga atau teman-teman baik dan mereka nyaris tidak peduli dengan eksistensi pun reputasi dunia maya. Namun, demi Zeus, itu hal terbaiknya. Berkawan tanpa memandang atribut apapun. Gengsi sudah lama terhapus dalam kamus pertemanan kami. Pertemanan yang hanya berdasarkan rasa saling mengerti walaupun kami memiliki latar belakang masing-masing yang sekontras Slipknot dan SNSD.

Kebahagiaan kami hanya cukup dengan makan siang bersama di kedai makan Sambal Petir langganan kami, yang tampilan fisik makanannya tidak cukup fancy untuk difoto dan diunggah ke Instagram, tempatnya pun tidak cukup recognizable untuk check in di Path,  sembari membicarakan hal-hal tidak penting seperti isu politik dan curhat asmara, hingga yang penting seperti hasil pertandingan Liga Champions dini hari sebelumnya. Atau jika tidak, membual tentang mimpi kosong pun boleh.

Video Bayu itu mengingatkan saya kepada kawan-kawan saya yang satu ini, yang sampai hari ini, atau saya rasa sampai kapanpun, tidak saya temukan padanannya. Video itu terasa seperti dibuat untuk kami. Tapi bisa jadi saya hanya ge-er dan berasumsi berlebihan. Terlalu sentimental.

Entahlah. Atau mungkin saya hanya merindukan mereka.

(Arthur Garincha)


No comments:

Post a Comment