Sunday, December 21, 2014

Fisip Meraung; Tiga Tahun dan Sepuluh Album

Album ke-sepuluh biasanya menjadi album yang spesial bagi musisi, sebuah penanda akan konsistensi dan sebuah proses dalam perjalanan panjang. Seorang musisi atau sebuah band lazimnya menggenapi jumlah albumnya hingga ke angka sepuluh setelah melewati kurun waktu satu dekade atau lebih, namun hal itu tidak berlaku bagi Fisip Meraung, sebuah band humorcore asal Solo.

Dua hari mendatang, Selasa, 23 Desember 2014, Fisip Meraung akan merilis album ke-sepuluh-nya yang berjudul iKrak. Bagi anda yang belum mengetahui apa dan siapa itu Fisip Meraung dahi anda mungkin berkernyit mendapati sebuah band lokal dari sebuah kota kecil sudah mempunyai sepuluh buah album musik. Kernyitan itu akan bertambah ketika anda mengetahui fakta bahwa sepuluh album itu mereka lahirkan hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Mereka memang dikenal sebagai band yang produktif dan ngebut dalam menelurkan album. Saking ngebutnya mereka bahkan membuat Sonic dan Road Runner minder.

FYI, Fisip Meraung adalah band ajaib dengan lagu-lagu berdurasi singkat, kebanyakan kurang dari 60 detik. Bagi mereka durasi bukanlah segalanya atau mungkin mereka butuh tissue magic. Menilik dari hal itu sepuluh album dalam tiga tahun menjadi masuk akal dan wajar. Rumput hijau, gula manis dan Fisip Meraung selalu bikin album. Sesuatu yang natural.

Tapi bagi saya peluncuran album iKrak ini tetap menjadi sesuatu yang luar biasa. Bukan angka sepuluh yang membuatnya menjadi luar biasa namun proses yang mereka lalui dari album pertama Stop Kontak Nemplek Irung hingga album iKrak. Tiga tahun lalu mereka hanya tiga orang mahasiswa nekat yang menentang kebijakan universitas tentang pelarangan acara musik di area kampus dengan membuat underground show bermodal gitar kopong dan cajon pinjaman. Hari ini mereka adalah idola dengan jadwal manggung yang lebih padat dari departement store saat menjelang lebaran.

Mengikuti gerak gerik Fisip Meraung sejak awal banyak hal yang berubah dari mereka. Mulai dari perubahan status personilnya dari mahasiswa tukang nongkrong menjadi pengusaha pomade dan penyiar radio lokal hingga pergantian formasi di sektor drum ketika Athif Rasyid, personil yang suaranya paling bagus tapi justru paling jarang nyanyi, digantikan oleh Radius Bonifasio yang bila fotonya dimasukkan dalam sebuah album keluarga bersama foto Adolf Hittler dan Asmuni rasanya kita semua akan mahfum. Level ketenaran mereka pun sudah naik drastis, bahkan sudah memiliki fanbase bernama Gedang Rockers yang jumahnya makin bertambah dari hari ke hari dan selalu siap membuat choir dadakan tiap kali lagu Balen dimainkan di panggung. Tiap acara yang mengundang Fisip Meraung pun selalu ramai oleh penonton. Kecuali yang sepi.

Banyak perubahan yang dialami Fisip Meraung, namun beberapa hal masih tetap sama: membumi, independen, apa adanya, berani dalam berkarya dan tentunya lucu. Hal-hal itulah yang menjadikan Fisip Meraung bagaikan magnet yang menarik orang-orang di sekitarnya untuk mendukung mereka semampunya. Bukan untuk berjalan di belakang atau menopang di bawah, tapi untuk berjalan bersampingan sebagai teman. Saya berharap hal-hal itu akan selalu ada dan Fisip Meraung tidak akan menjelma menjadi sebuah band arogan dengan kelakuan sok superstar. Saya ingin selalu melihat Fisip Meraung sebagaimana selama ini saya melihat mereka. Saya tidak berharap akan melihat mereka sebagai bintang yang tinggi dan jauh dari jangkauan tangan, saya selalu ingin memandang mereka seperti gedang goreng yang mudah ditemui dimana-mana dan disukai semua orang. (Arthur Garincha)

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete