Friday, June 27, 2014

Fisip Meraung Adalah Aset Kota Solo

Aku tuku gedang goreng, kecemplung jangan
Aku tuku tempe goreng, kecemplung jangan
Yo wis aku tuku jangan ta cemplungi gedang goreng
Yo wis aku tuku gedang goreng ta cemplungke jangan
Aku tuku

Lima baris kalimat di atas adalah lirik lagu berjudul Gedang Goreng milik Fisip Meraung. Liriknya ditulis dengan menggunakan bahasa jawa yang bercerita tentang pisang goreng yang tercebur di sayur, dengan balutan musik pop punk lagu ini berdurasi 50 detik. Ya, anda tidak salah baca, 50 detik. Lagu-lagu milik Fisip Meraung memang berdurasi singkat, rata-rata kurang dari 1 menit. Entahlah, mungkin mereka butuh tissue magic.

Selain durasinya yang singkat, tema yang diangkat dalam lagu-lagunya pun sangat tidak lazim, meski sebagian besar sangat dekat kehidupan kita sehari-hari. Misalnya dalam lagu Es Teh, Fisip Meraung menggambarkan betapa nikmatnya es teh dan ayolah, siapa diantara kita yang tidak minum es teh, apalagi di kota Solo yang amat kental dengan budaya wedangan. Di langgam berjudul Helmku Kesampar Sikil (silahkan tertawa) mereka berkisah tentang helm penuh stiker (biasanya stiker band atau clothing brand lokal) yang tertendang hingga stikernya pun sobek. Terasa familiar?

Fisip Meraung memang absurd. Seabsurd penampilan timnas Spanyol di ajang World Cup 2014. Saya menyebut mereka Crayon Sinchan dalam bentuk musik.

Saya pertama kali mengenal band ajaib ini medio tahun 2011, jauh sebelum mereka menjadi sebesar sekarang, kecuali Topik Sudirman sang gitaris yang dari dulu memang sudah berukuran jumbo.
Kala itu saya sedang duduk di kantin bersama teman-teman ketika tiba-tiba seorang mahasiswa baru yang tidak terlalu kece bernama Amek membagikan flyer acara musik di kampus dengan logo Fisip Meraung di dalamnya. Cukup mengejutkan, mengingat pada waktu itu (dan tampaknya sampai sekarang) acara musik dilarang diadakan di seluruh area kampus Universitas Sebelas Maret. Yang dilakukan Fisip Meraung ini terasa sedikit seperti tokoh V di V for Vendetta. Kesan saya waktu anak-anak ini cukup berani. Ditambah lagi dengan font ala hardcore pada logo mereka plus kata 'meraung' saya pikir band ini adalah band cadas nan kritis dengan musik keras.

Pada hari H saya pun menghadiri pertunjukkan mereka dan imej yang sudah terbangun pun buyar seketika. Di tempat yang kami sebut dengan 'hutan FISIP' tiga mahasiswa baru tampil dengan format akustik, tanpa panggung, tanpa sound system dan mikropon. Penonton pun hanya segelintir, yang kebanyakan adalah teman-teman mereka dan sisanya adalah orang-orang yang tertipu flyer seperti saya. Tapi saya sama sekali tidak menyesalinya, karena penampilan Fisip Meraung kala itu adalah salah satu pertunjukkan paling menghibur dalam hidup saya. Selama kurang lebih 30 menit saya melakukan apa yang selalu saya lakukan tiap kali menyaksikan mereka manggung: tertawa.

Tiga tahun kemudian dari sore ajaib itu, di tahun 2014, saya menonton Fisip Meraung untuk entah keberapa kalinya. Band yang sama, personil yang sama dengan panggung dan jumlah penonton yang jauh berbeda. Bila di hutan FISIP mereka tampil tanpa panggung, kali ini mereka berdiri di panggung besar dengan tata cahaya megah, panggung yang sama yang akan digunakan Payung Teduh untuk tampil sekitar 45 menit sesudahnya. Bila di hutan FISIP mereka hanya ditonton puluhan orang, kali ini tak kurang dari 3000 pasang mata menyaksikan dan menikmati keabsurdan ala Fisip Meraung, pun reaksi penonton tak berubah: tertawa terpingkal-pingkal.

Hari ini nama Fisip Meraung sudah menjadi jauh lebih besar sejak pertama kemunculannya yang fenomenal di kampus kami, seperti yang saya yakini sejak dulu. Sangat menyenangkan melihat band ini berproses dan berkembang sambil terus menghibur orang banyak. Bagi saya Fisip Meraung adalah inspirasi. Mereka mengajarkan saya tentang bagaimana menjadi berani untuk berbeda. Ide, lirik, pola pikir dan jalan yang mereka pilih, semua mencerminkan keberanian untuk menjadi diri sendiri walaupun berbeda dari orang kebanyakan, yang rasanya hari ini tidak banyak dimiliki anak-anak muda.

Semoga Fisip Meraung belum berpikir untuk bubar dalam waktu dekat, karena seperti Serabi Notosuman dan kimcil racing, Fisip Meraung adalah aset kota Solo.


Klik disini untuk berkenalan dengan Fisip Meraung. FYI, mereka tidak terlalu ganteng. (Arthur Garincha)

No comments:

Post a Comment