Apa yang bisa
diharapkan untuk kita temui di sebuah clothing exhibition berlevel nasional
selain ribuan busana yang nyaris seragam milik puluhan clothing company peserta
pameran dan penuh sesaknya pengunjung yang mengenakan pakaian terbaik mereka yang
(sayangnya) sama seragamnya dengan barang-barang yang dijajakan? Saking
seragamnya mungkin beberapa orang yang kurang mengerti akan mengira panitia
menentukan dresscode yang harus dikenakan oleh mereka yang datang.
Saya juga tidak terlalu
berekspektasi menemukan hal lain di acara semacam ini, kecuali mungkin barisan
musisi keren yang akan mengisi panggung yang jamak ditemui di acara clothing
exhibition.
Sekedar catatan, alasan
mengapa saya berada di sebuah clothing exhibition adalah dalam rangka memenuhi
kewajiban kepada pihak yang membayarkan sejumlah uang sebagai ganti tenaga,
waktu dan pikiran yang saya berikan untuk kepentingannya. Pendek kata: untuk
bekerja.
Hidup
memang penuh misteri.
Alih-alih
menyerah pada kepungan berbagai fashion item terkini, saya justru menemukan
sesuatu yang mencerahkan dan menyegarkan. Di tengah puluhan booth berukuran
besar milik perusahaan-perusahaan pakaian lokal terselip sebuah stand dengan
papan nama bertuliskan ‘Eyd. magz’. Di kubikel berukuran 3x3 meter itu lah saya
menemukan harta karun dalam wujud buku.
‘Eyd.
magz’ adalah nama yang tercetak di halaman kovernya. Sebuah majalah yang
mengulas tentang buku dan kegiatan membaca beserta segala tetek bengek nya,
sesuai dengan tagline yang mereka usung: books and reading. Gandrung, salut dan
hormat kontan muncul setelah sedikit mengintip isinya dan berbincang dengan
beberapa awaknya. Bila tidak salah ingat, ini adalah pertama kalinya saya
mengenal majalah semacam ini. Ini adalah buku tentang buku.
Isinya
mencakup pengetahuan ringan seputar dunia buku dan membaca, profil
perpustakaan hingga interview dengan
selebritas dan review buku. Jika anda suka membaca, majalah ini pasti bagaikan
cuilan surga dalam bentuk cetak. Dan Eyd. magz bisa didapatkan secara gratis.
Ya, ini adalah surga yang gratis.
Sebagai
seorang oportunis sejati yang gemar membaca saya tentu tidak akan menyiakan
kesempatan membawa pulang majalah bagus ini. Tidak tanggung-tanggung, saya
rampok enam edisi sekaligus. Ketika pameran hari itu ditutup, saya berjalan
menuju pintu keluar dengan senyum yang sama lebarnya dengan para pengunjung
yang menenteng kantong-kantong belanjaan. Mungkin saya lebih beruntung karena
selain gratis, isi buku yang saya baca sepertinya akan lebih kekal daripada
sablon yang tercetak di kaos baru mereka.
Scripta
manent verba volant.
(Arthur Garincha)
No comments:
Post a Comment